Dibalik Pengambilalihan Asisten  Ukur Tanah Oleh Dosen

ASISTEN (MAHASISWA) TIDAK CERDAS ?

 

Asisten praktikum Ukur Tanah tidak (lagi) dipercayakan kepada mahasiswa. Mulai tahun ajaran 2002/2003 tugas asisten diambilalih oleh pihak dosen. Beberapa pihak mempertanyakan kualitas asisten Ukur Tanah. Penguasaan materi dianggap menjadi titik lemah mereka, di samping faktor motivasi. Dengan kualitas yang ada seperti saat ini, dikhawatirkan akan berimbas kepada kemampuan praktikan dalam mengimplementasikan teori surveying yang telah mereka dapatkan.

 

Fenomena yang berbeda tampak dalam proses praktikum Ukur Tanah  mulai tahun ajaran 2002/2003. Praktikan terlihat tidak didampingi oleh para asisten (mahasiswa).  Menurut salah seorang dosen surveying, Ir.Slamet Basuki, M.Si, mulai tahun ini proses praktikum Ukur Tanah ditangani langsung oleh tim dosen surveying. Setidaknya ada tiga alasan yang menyebabkan pihak dosen mengambil kebijakan baru tentang asisten praktikum ini.”Ada keluhan dari masyarakat mengenai penurunan penguasaan materi ukur tanah saat ini dibandingkan sebelumnya”, ujar Pak Basuki. Keluhan ini datang dari pihak internal maupun eksternal kampus. Mahasiswa sering kesulitan menjawab konsep-konsep ukur tanah yang bersifat mendasar pada saat ujian pendadaran. Di samping itu ada juga komplain dari beberapa instansi tentang kemampuan mahasiswa geodesi yang dikatakan kurang siap pakai. Mekanisme kerja asisten menjadi faktor kedua yang dijadikan alasan diambilnya kebijakan ini. “Mutu praktikum menjadi sulit dikontrol karena setiap tahun terjadi pergantian asisten” ,kata beliau. Alasan ketiga, lanjut beliau, adalah pergantian asisten yang rutin dilakukan tiap tahun –dengan mekanisme seleksi dan training sebelum terjun ke lapangan- dirasakan tidak efektif untuk menjamin penguasaan materi dan filosofi tugas asisten di lapangan.

 

Pemberdayaan Dosen Surveying

Untuk saat ini, tugas untuk membimbing praktikan di lapangan diambil alih oleh tim dosen surveying. Tim yang diketuai oleh Ir.Slamet Basuki, M.Si ini berjumlah 8 orang. Rencananya akan diberdayakan seluruhnya untuk menangani tugas ini. Tetapi, pengambilalihan tugas oleh tim ini bersifat sementara, untuk dua tahun yang akan datang setelah dievaluasi akan diambil kebijakan baru, apakah tugas asisten akan dipercayakan kembali kepada mahasiswa atau tetap dilanjutkan dosen.

 

Mekanisme Kerja Asisten

Mekanisme kerja asisten ukur tanah selama ini di koordinir oleh koordinator asisten yang dijabat Ir.Untung Rahardjo. Alur tugas asisten mulai dari seleksi, training selama 2 minggu, pengarahan tugas, kontrol, sampai pertanggungjawaban semuanya di bawah kendali koordinator asisten. Kendala  yang dihadapi oleh  asisten dalam melaksanakan tugasnya adalah mengontrol sekian banyak regu praktikan. Perbandingan asisten-praktikan yang tidak seimbang menyebabkan fungsi asisten sebagai perpanjangan tangan dosen di lapangan menjadi tidak efektif (seorang asisten umumnya membimbing 4-5 regu dengan jumlah anggota regu 5-6 praktikan per regu).

Alternatif penambahan jumlah asisten ataupun pembentukan asisten permanen seperti tidak mungkin untuk dilakukan. Sebagaimana dikemukakan oleh Pak Basuki, bahwa cara ini pada ujungnya terbentur faktor administrasi dan birokrasi. Anggaran laboratorium tentu akan membengkak jika dilakukan penambahan jumlah asisten.

 

Motivasi Praktikan

Bisri Musthofa, salah seorang asisten Ukur Tanah semester lalu tidak membenarkan sepenuhnya apa yang oleh dikatakan pihak dosen. Ketika dikonfirmasi, dia justru menyatakan bahwa titik permasalahan ada pada praktikan dan aturan main yang dibuat Laboratorium Ukur Tanah. Dia mempertanyakan motivasi praktikan yang dianggapnya menurun. Selain itu, aturan main yang dibuat oleh Laboratorium Ukur Tanah cenderung mempersempit ruang gerak asisten dan praktikan dalam pengaturan jadwal praktikum. “ Dalam satu minggu, alokasi waktu praktikum untuk praktikan program S1 hanya dua hari, hal ini tentu mempersulit proses praktikum untuk dapat berhasil maksimal,”ujarnya. Satu hal lagi yang dianggap mengganjal adalah faktor kompensasi yang dirasakan tidak sepadan dengan volume pekerjan yang cukup besar. Dibandingkan praktikum atau tutorial  mata kuliah lain, kompensasi yang diberikan untuk praktikum Ukur Tanah terasa sangat kecil mengingat volume pekerjaan yang sedemikian itu. Dia mencontohkan praktikum Fotogrametri yang prosesnya berlangsung relatif cepat (2 minggu) dan volume yang cukup ringan, kontrak kerja asisten di hitung dua bulan. “Ada semacam ketidakadilan di sana,”tambahnya.

 

Biaya Praktikum

Pembiayaan seluruh proses praktikum di Jurusan Teknik Geodesi diambilkan dari SPP. Untuk seluruh laboratorium, Jurusan Teknik Geodesi menerima dana sebesar 10 juta dari pihak universitas. Laboratorium Ukur Tanah sendiri mendapat porsi 2 juta. Dana sejumlah 2 juta ini dirasakan sangat kurang karena sebagian besar digunakan untuk perawatan alat, honor asisten, dan kegiatan lainnya. Untuk honor asisten yang berjumlah 4 orang tiap semester ( dalam satu semester kontrak kerja asisten hanya 4 bulan, dengan honor hanya 40 ribu per bulan ) dapat dihitung anggarannya mencapai 640 ribu per semester / 1,28 juta per tahun.

Untuk honor yang terbilang kecil ini, seorang asisten mesti menjadi “konsultan” bagi sekian puluh praktikan setiap hari selama 4 bulan. Tentunya hal ini menyita banyak waktu asisten yang notabene adalah juga seorang mahasiswa dengan seabrek aktifitasnya. Persoalan yang kemudian mengemuka adalah asisten yang ingin lebih “lebih dihargai”, dan pihak dosen yang menginginkan asisten ideal, yakni asisten yang cerdas, disiplin, dan berdedikasi. Jadi, bagi mahasiswa yang ingin menjadi asisten Ukur Tanah, benahi kemampuan penguasaan materi dan dedikasi, serta tunggu 2 tahun lagi. (d&r)