DIALOG TERBUKA MAHASISWA TEKNIK GEODESI

 

            Pada hari Sabtu, tanggal 28 September 2002 yang lalu, Keluarga Mahasiswa Teknik Geodesi mengadakan dialog dengan pihak jurusan terkait dengan kebijakan dan berbagai isu yang beredar di Jurusan Teknik Geodesi.

Dialog ini di mulai sekitar pukul 13.00 WIB disela-sela kesibukan para dosen untuk mempersiapkan acara FIT dan Konggres ISI.

            Pihak dosen yang hadir pada waktu itu antara lain, Ketua Jurusan, Bp. Sumaryo, PPJ I Bidang akademik, Bp. Rohmad Muryamto, PPJ II Bidang Keuangan, Bp. Djurdjani, PPJ III Bidang Kemahasiswaan, Bp. Priyono Nugroho, juga hadir Bp Diyono.

            Hal-hal yang menjadi pertanyaan antara lain mengenai soal keuangan di jurusan Teknik Geodesi, karena selama ini mahasiswa merasakan kurangnya fasilitas yang diterima seperti pengadaan alat praktikum yang sejak jaman dahulu sampai sekarang hanya berkisar seputar theodolit Fennel Kassel, yang sampai sekarangpun jumlahnya masih belum memadai apalagi dengan banyaknya program studi yang ditawarkan oleh  Jurusan kita. Padahal mahasiswa sekarang dituntut untuk membayar lebih banyak dengan adanya program BOP yang di tetapkan oleh Universitas dan SPA yang ditetapkan oleh pihak fakultas. Besarnya jumlah SPP yang harus di bayar oleh mahasiswa baru juga seharusnya cukup memberi beban kepada Jurrusan untuk memberi pelayanan yang lebih baik.

            Untuk pertanyaan-pertanyaan tersebut Ketua jurusan menjawab bahwa jurusan juga mengalami masalah dalam mengurus keuangan, karena dana yang dihimpun dari mahasiswa di olah dengan sistem sentralistik, jadi semua dana berkumpul di tingkat universitas dan jurusan hanya di beri dana jika sudah bisa memberikan proposal kegiatan. Sistem birokrasi yang rumit sangat mempersulit turunnya dana untuk di manfaatkan oleh mahasiswa. Karena alasan itulah pihak fakultas menetapkan sumber keuangan lain seperti POTMATEK yang sekarang sudah berganti nama menjadi SPA.

            Sedangkan mengenai dana SPA yang sampai sekarang masih menjadi bahan perdebatan itu, jurusan mengatakan bahwa dana tersebut digunakan untuk kepentingan mahasiswa sepenuhnya, seperti adanya pelatihan-pelatihan yang sekarang sudah mulai dilaksanakan, dan juga digunakan untuk kegiatan asistensi dan tutorial. Untuk angkatan 2002 sekarang, mata kuliah Ilmu Ukur Tanah asistennya adalah tim dosen, ini merupakan bukti dari usaha jurusan dalam peningkatan mutu asisten. Dalam dialog ini di singgung juga masalah rendahnya mutu asisten dan tutor untuk beberapa mata kuliah, mahasiswa menuntut proses seleksi diperketat lagi sehingga mahasiswa dapat merasakan manfaatnya. Dana SPA ini juga dimanfaatkan untuk pengadaan praktikum dan sarana prasarana seperti komputer.

            Hal lain yang cukup mengganggu kegiatan perkuliahan adalah berubahnya jadwal kuliah secara sepihak oleh pihak jurusan sesudah proses KRS selesai sehingga mahasiswa terutama mahasiswa angkatan 2000 ke atas kesulitan dalam mengikuti kuliah karena jadawal mata kuliah yang sudah dipilih kacau balau. Bahkan ada matakuliah wajib dan mata kuliah pilihan yang seharusnya di tawarkan pada satu semester tidak bisa di ambil keduanya bersamaan karena jadwalnya tumpang tindih, hal ini bisa menghambat mahasiswa dalam mempercepat menyelesaikan mata kuliah yang wajib di tempuh yaitu 144 sks, karena jika tidak bisa mengambil mata kuliah yang ditawarkan dalam satu semester, mahasiswa harus menunggu 1 tahun lagi untuk bisa mengambilnya. Masalah ruang kuliah yang kurang juga menjadi bahasan dalam pertemuan ini, bahkan muncul usulan dari mahasiswa untuk memberi sekat pada ruang III.4 yang dirasa terlalu besar untuk ruang kuliah, juga ada usulan untuk menggabungkan beberapa dosen dalam satu ruang. Tetapi kemudian jurusan menjawab bahwa masalah jadwal dan ruang kuliah memang masalah besar di geodesi mengingat daya dukung gedung yang kurang memadai dibandingkan jumlah mahasiswa yang sangat banyak. Sekarang ini jurusan sedang menunggu untuk membangun gedung untuk program D3, agar gedung geodesi di grafika ini terasa agak lega.

            Isu yang beredar baru-baru ini mengenai nilai maksimal B untuk mahasiswa yang mengulang dan nilai yang diambil adalah nilai terakhir, ternyata adalah isu yang dihembuskan oleh jurusan agar mahasiswa lebih bersugguh-sungguh dalam mengulang suatu  mata kuliah, karena kecenderungan yang terjadi sekarang ini adalah asal-asalan dalam mengulang, termasuk asal masuk kuliah , asal ujian dan lain-lain. Jadi diharapkan mahasiswa lebih bersungguh-sungguh dalam mengulang.

            Timbul juga usulan dari mahasiswa agar para dosen tidak segan-segan mengajak mahasiswa dalam suatu proyek tertentu, agar mahasiswa bisa mengaplikasikan ilmu yang di dapat di bangku kuliah. Paling tidak ide ini bisa mengeliminir kurangnya praktikum yang bisa di adakan oleh jurusan. Kemudian Pak Priyono Nugroho juga menambahkan bahwa adanya Kemah Kerja yang selalu berbasis terestris adalah untuk mempersiapkan para calon lulusan geodesi agar ahli di bidngnya yaitu pemetaan, dan pemetaan terestris merupakan basic dari perkembangan pemetaan sampai sekarang ini. Untuk kerja praktek yang sekarang ditiadakan, mahasiswa sebenarnya masih bisa memperolehnya dengan jalan mengambil skripsi dari salah satu konsentrasi dari lima konsentrasi yang ada di geodesi, kemudian dalam pengambilan datanya langsung dari instansi yang terkait dari tema skripsi yang dipilih, misalnya Bakosurtanal, Dishidros, Lab. Fotogrametri, dll.

Diakhir dialog muncul usulan untuk lebih sering dalam mengadakan dialog sejenis dan kalau bisa diagendakan secara rutin, untuk mengakomodir keinginan mahasiswa dan dosen agar kebijakan yang terjadi berasal dari dua belah pihak yaitu jurusan dan mahasiswa. Satu hal yang patut disayangkan dari dialog ini adalah mahasiswa yang tertarik hanya sedikit, mahasiswa yang hadir hanya sekitar 25 orang. Bila dibandingkan dengan jumlah mahasiswa geodesi yang masih aktif, jumlah ini hanya sekitar 3 % saja.